Eks Sekretaris Menteri (Sesmen) Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Said Didu memberikan kritik terhadap program hilirisasi yang kini tengah didorong oleh Pemerintah Indonesia. Said menilai, program hilirisasi khususnya komoditas sumber daya mineral hanya menguntungkan pihak tertentu, salah satunya China. "Saya tidak punya harapan sama sekali kalau rezim ini dilanjutkan dan akan menyelamatkan bangsa ini. Karena mereka anti industrialisasi, yang ada mengeksplorasi sumber daya alam untuk kenikmatan mereka," ungkap Said dalam diskusi daring bertema Hilirisasi, Industrialisasi dan Ekonomi Arah Baru, Jumat (7/7/2023).
Ia melanjutkan, China disebut sebut sebagai penikmat yang dibungkus dengan 'diksi' hilirisasi. Terdapat 3 alasan yang membuat Said cukup yakin. Pertama, adanya kasus ekspor ilegal 5,3 juta bijih (ore) nikel ke Cina sepanjang Januari 2020 hingga Juni 2022. Kedua, disebutkannya bahwa sekitar 90 persen fasilitas peleburan hasil tambang atau smelter, dikuasai oleh China. Bahkan, smelter smelter tersebut diberi kebebasan jenis pajak.
Kunci Jawaban Uji Kompetensi Bab 1 PKN Kelas 12 Halaman 32: Jelaskan Konsep Hak Asasi Kunci Jawaban Bahasa Indonesia Kelas 12 Halaman 92 93: Menganalisa Teks Editorial Ekonom Sebut Hilirisasi Nikel Cuma Untungkan China, Stafsus Menkeu Merespons
Kunci Jawaban Bahasa Indonesia Kelas 12 Halaman 91 dan 92: Teks Editorial Kunci Jawaban PKN Kelas 12 Halaman 92: Jelaskan Pengaruh Negatif Kemajuan Iptek bagi Indonesia Halaman 4 Ketiga, pembelian bijih nikel dari dalam negeri oleh smelter China dihargai dengan nominal yang lebih murah.
"Tidak ada artinya mengolah bahan tambang tapi tidak dinikmati oleh bangsa. Itu bukan hilirisasi, itu adalah menyerahkan sumber daya alam ke negara lain dengan bungkus hilirisasi. Itu yang terjadi sekarang," pungkasnya. Pernyataan Said Didu ini merupakan respon atau tanggapan dari kabar yang beredar sebelumnya, di mana KPK menerima informasi adanya dugaan ekspor atau pengiriman 5,3 juta ton ore nikel ilegal ke Cina. 5,3 juta ton ore nikel ilegal ini diduga diekspor ke Cina selama lebih dari dua tahun.
"Dari Januari 2020 sampai dengan Juni 2022," ujar Kepala Satuan Tugas (Kasatgas) Koordinasi dan Supervisi (Korsup) Wilayah V KPK, Dian Patria dalam keterangannya, Sabtu (24/6/2023). Berdasarkan hasil penelusuran KPK, ekspor bahan baku tambang ilegal tersebut tercatat dalam situs resmi otoritas penanganan bea dan cukai Tiongkok. Hal itu, terlihat dari kode sandi Indonesia yang tercatat di situs resmi bea cukai Cina.
"(Terlihat dari, red) partner atau negara asal 112 (Indonesia, red)," kata Dian. Adapun ore nikel yang diekspor secara ilegal ke Cina tersebut diduga berasal dari tambang yang berada di Sulawesi dan Maluku Utara. Di mana, dua daerah tersebut merupakan penghasil tambang terbesar di Indonesia.
Ekspor bahan baku tambang tersebut diketahui melanggar perintah Presiden Joko Widodo (Jokowi). Sebab sebelumnya, Jokowi telah melarang ekspor nikel sejak 1 Januari 2020. Kebijakan itu diatur dalam Peraturan Menteri ESDM Nomor 11/2019.